ZONAINDUSTRI.COM | Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya dalam mendukung transformasi industri baja nasional melalui partisipasi aktif dalam ajang Iron-Steel Summit & Exhibition Indonesia (ISSEI) 2025. Kegiatan tahunan ini menjadi wadah strategis memperkuat sinergi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku industri dalam membangun fondasi industri baja yang tangguh dan berkelanjutan.
Dengan mengusung tema “Bersama Industri Baja Nasional, Membangun Fondasi Menuju Indonesia Emas 2045,” ISSEI 2025 menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi lintas pemangku kepentingan serta menyampaikan arah kebijakan strategis sektor baja.
“Industri baja adalah sektor strategis yang sering disebut sebagai mother of industry karena menopang banyak sektor lain seperti konstruksi, otomotif, energi, dan manufaktur,” kata Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, saat penutupan ISSEI 2025 di Jakarta, Jumat (23/5). “Industri ini menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.”
Wamenperin juga menyoroti performa positif industri logam dasar nasional yang tumbuh 14,47 persen pada kuartal I-2025. Investasi di subsektor logam dasar, barang dari logam (bukan mesin dan peralatannya) tercatat sebesar Rp 67,3 triliun atau 14,5 persen dari total investasi nasional pada Januari–Maret 2025.
Selain itu, produksi baja kasar Indonesia meningkat signifikan hingga mencapai 17 juta ton pada 2024, menempatkan Indonesia di peringkat ke-14 dunia sebagai produsen baja.
Untuk mendukung pertumbuhan berkelanjutan, Kemenperin meluncurkan sejumlah kebijakan strategis, seperti pengendalian impor dan pengamanan perdagangan guna melindungi industri dalam negeri dari praktik tidak adil. Pemerintah juga memperkuat penerapan dan perluasan Standar Nasional Indonesia (SNI) guna meningkatkan kualitas dan daya saing produk baja nasional.
Kebijakan lainnya mencakup promosi penggunaan produk dalam negeri, serta pemberian jaminan pasokan gas industri dengan harga bersaing melalui skema Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Di sisi fiskal, pemerintah juga menawarkan berbagai insentif seperti tax allowance, tax holiday, dan master list bahan baku strategis untuk menarik investasi.
Kemenperin turut mendorong kerja sama produsen baja domestik dengan Southeast Asia Iron and Steel Institute (SEASI) guna meningkatkan efisiensi dan penerapan praktik berkelanjutan. Hal ini menjadi penting dalam merespons tantangan pasar global, termasuk implementasi Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa.
“Pemerintah juga telah menjalankan berbagai inisiatif menuju transisi produksi baja hijau, seperti bantuan bagi industri ramah lingkungan, penghargaan bagi pelaku industri berkelanjutan, serta pemberian insentif fiskal dan non-fiskal,” ujar Faisol.
Wamen Riza mengingatkan, di tengah capaian industri baja nasional, pelaku industri perlu tetap waspada terhadap dinamika global yang semakin kompetitif. Menurutnya, inovasi dan kolaborasi berkelanjutan adalah kunci membuka potensi penuh industri baja Indonesia.
“ISSEI bukan hanya forum penguatan relasi bisnis, tapi juga ruang diskusi dan eksplorasi peluang baru. Saya harap kolaborasi ini terus terjaga untuk membangun ekosistem industri baja yang tangguh, berdaya saing global, dan mendukung visi Indonesia Emas 2045,” tutupnya.
(Kemenperin.go.id)