ZONAINDUSTRI.COM |Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri batik nasional agar semakin dikenal dan diminati masyarakat luas. Salah satu upayanya adalah menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti Yayasan Batik Indonesia (YBI).
“Industri batik nasional memiliki keragaman dan keunikan yang tersebar di berbagai daerah, mulai dari motif, warna, bahan baku, hingga teknik pembuatan. Ini adalah potensi besar yang harus terus dikembangkan,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Reni Yanita, di Jakarta, Senin (23/6).
Ia mencontohkan Kabupaten Cirebon sebagai salah satu sentra industri batik unggulan, khususnya di kawasan Trusmi yang dihuni lebih dari 600 perajin. Beberapa jenis batik khas daerah ini antara lain batik mega mendung, waleran, dan merawit.
“Batik Merawit Cirebon menggunakan teknik membatik tulis yang sangat detail dengan canting berujung kecil, menghasilkan garis tipis atau wit yang menjadi ciri khasnya,” jelas Reni.
Keunikan ini membuat Batik Tulis Merawit Cirebon memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis (IG) pada 2024. Dalam rangka mendukung Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025 yang akan menampilkan batik ini sebagai ikon utama, Dirjen IKMA mengunjungi Sentra Batik Trusmi untuk memantau persiapan.
GBN 2025 dijadwalkan berlangsung pada 30 Juli–3 Agustus 2025 di Pasaraya Blok M, Jakarta, mengusung tema “Bangga Berbatik”. Ajang ini diharapkan mendorong konsumsi batik dalam negeri sekaligus memperluas pasar ekspor.
“Pada triwulan I tahun 2025, ekspor batik nasional tercatat sebesar USD 7,63 juta, dengan negara tujuan utama Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa. Batik Trusmi termasuk kontributor penting dalam rantai pasok tersebut,” ujar Reni.
Dialog Industri Batik di Trusmi
Dalam kunjungannya, Dirjen IKMA juga menggelar dialog dengan perajin batik, KMPIG, APPBI, serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian Cirebon. Ia berharap Sentra Trusmi menjadi model sentra IKM berbasis budaya lokal yang adaptif terhadap inovasi dan keberlanjutan.
“Melalui dialog ini diharapkan lahir strategi kebijakan konkret dalam penguatan industri batik, mulai dari pelestarian budaya, perlindungan kekayaan intelektual, hingga adopsi teknologi,” ucapnya.
satu inovasi yang diperkenalkan adalah penggunaan QR-code pada produk Batik Merawit Cirebon bersertifikat IG. Kode ini memuat informasi lengkap, seperti identitas perajin, tahun produksi, bahan kain, hingga verifikasi mutu.
Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan Budi Setiawan mengatakan, pelacakan berbasis digital ini meningkatkan transparansi dan nilai tambah batik nasional. “Konsumen kini bisa mengetahui asal-usul batik yang mereka beli secara akurat,” jelasnya.
Budi juga menyoroti potensi batik waleran, varian Mega Mendung dengan teknik gradasi warna, untuk didaftarkan sebagai IG baru.
Teknologi dan Lingkungan Jadi Fokus
Ketua APPBI Komarudin Kudiya menyampaikan apresiasinya atas dukungan Kemenperin. Ia menegaskan bahwa pihaknya mendorong pemanfaatan teknologi, termasuk kecerdasan buatan (AI) untuk desain motif batik.
“Dengan AI, proses desain bisa dipercepat dan motif bisa lebih bervariasi, termasuk menjembatani kolaborasi lintas generasi,” tuturnya.
Selain itu, APPBI juga memaparkan pengelolaan limbah pewarna batik melalui instalasi IPAL komunal sebagai bentuk praktik industri hijau di tingkat perajin.
Kunjungan kerja tersebut ditutup dengan demonstrasi teknik batik merawit di IKM Batik Katura, serta kunjungan ke IKM EB Batik Tradisional dan IKM Batik Hafiyan yang dikenal dengan motif klasik khas Cirebon.
(Kemenperin.go.id)