KARAWANG | ZONAINDUSTRI.COM | Delapan tahun. Bagi sebagian orang, waktu selama itu bisa mengubah hidup: membesarkan anak, membangun rumah, atau merintis usaha. Tapi bagi Tatang Suhendi, karyawan PT Galuh Citarum, delapan tahun terakhir adalah perjalanan melelahkan melawan tembok tebal ketidakadilan.
Kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dialaminya bukanlah PHK biasa. Tatang menyebutnya “PHK fiktif” — sebuah skenario yang ia duga dibuat perusahaan untuk memutus hubungan kerja tanpa membayar hak-haknya.
Ia mengaku sudah mencoba segalanya: mediasi di Dinas Tenaga Kerja, pengaduan ke pengawas ketenagakerjaan, hingga jalur administratif. Tapi hasilnya nihil. Perusahaan tetap kukuh, haknya tetap menggantung.
“Bukti sudah jelas. Jalur hukum saya tempuh, tapi PT Galuh Citarum tetap menghindar. Delapan tahun saya bersabar, tapi kesabaran itu ada batasnya,” kata Tatang, suaranya berat menahan emosi, Kamis (7/8/2025).
Seret ke Jalur Pidana
Tak ingin lagi terjebak dalam birokrasi panjang yang melelahkan, Tatang mengambil langkah baru: melaporkan kasusnya ke Kepolisian Resor (Polres) Karawang. Laporan ini didasari penegasan UPTD Pengawas Ketenagakerjaan Wilayah II Karawang bahwa dugaan pelanggaran tersebut patut diproses secara pidana.
Baginya, langkah ini adalah pukulan balik terhadap perusahaan yang ia nilai kebal hukum.
“Ini bukan hanya soal saya. Ini soal harga diri pekerja. Kalau perusahaan bisa seenaknya, nasib buruh di Karawang akan selalu terancam,” tegasnya.
Panggil Bupati dan DPRD
Tatang tidak berhenti di kepolisian. Ia resmi mengirim surat audiensi kepada Bupati Karawang, H. Aep Syaepuloh. Surat itu sudah diterima staf bupati dan dijanjikan akan segera dijadwalkan pertemuan.
Tak cukup eksekutif, Tatang juga membidik legislatif. Besok, ia berencana mengirim surat serupa kepada Ketua DPRD Kabupaten Karawang, H. Endang Sodikin (HES), untuk meminta audiensi langsung.
“Saya ingin masalah ini didengar langsung oleh wakil rakyat. Mereka punya fungsi pengawasan, dan ini saatnya fungsi itu digunakan untuk membela rakyatnya,” ujarnya.
Minta Atensi Tokoh Jawa Barat
Nama besar juga ikut ia panggil. Tatang berharap tokoh Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, ikut memberi perhatian. Baginya, ini adalah kesempatan bagi para pemimpin untuk menunjukkan keberpihakan kepada rakyat.
“Kalau pejabat diam, ini jadi preseden buruk. Pekerja bisa seenaknya dipecat, haknya dirampas, dan negara tidak hadir. Itu bahaya,” kata Tatang.
Ujian untuk Pemimpin Daerah
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam. Publik menunggu: apakah Bupati dan DPRD Karawang akan menindak tegas perusahaan yang diduga merampas hak pekerja, atau justru membiarkan ketidakadilan ini membusuk?
Delapan tahun perjuangan Tatang bukan sekadar mencari kompensasi. Ini adalah perlawanan terhadap sistem yang membiarkan pekerja kalah sebelum bertarung.
Awak media akan terus memantau perkembangan kasus ini, memastikan publik tidak lupa, dan mendesak para pemimpin daerah untuk memilih: berdiri di sisi rakyat, atau di sisi penguasa modal. Sementara pihak perusahaan enggan memberikan konfirmasinya. (hd)